
JAKARTA (bisnis.com): Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta tidak boleh tebang pilih dalam menyidik kasus aliran dana Bank Indonesia termasuk yang menjadi menteri pada Kabinet Indonesia Bersatu pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono.
"Bongkar semua. Sekalipun presiden, kalau ada indikasi korupsi bongkar saja. Buat saja hukuman yang lebih keras, agar calon koruptor juga miris. Indonesia bisa maju kalau hukum ditegakkan dengan adil," kata Anwar Tribowo, eksekutif yang tinggal di Wonosobo melalui email kepada bisnis.com hari ini.
Hal senada juga dikemukakanoleh Rissalwan Habdy Lubis, staf pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Menurut Rissalwan, penegakkan hukum harus berlaku untuk semua warga negara.
Untuk menciptakan pemerintahaan yang good governance, katanya, aspek law enforcement harus dijalankan. "Jadi tak hanya akuntabel dan transparan saja, penegakkan hukum harus merata termasuk mereka yang duduk di kabinet," katanya.
Mereka mengatakan hal tersebut menanggapi berita mengenai Menteri Kehutanan M.S. Kaban terbukti menerima dana aliran dari BI sebesar Rp300 juta ketika menjadi anggota Komisi IX DPR RI.
Fakta itu diungkapkan oleh Hamka Yandhu, mantan anggota Komisi IX yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, saat memberikan kesaksian untuk terdakwa Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak di Pengadilan Tipikor, Jakarta, kemarin.
Menurut dia, uang tersebut dia serahkan sendiri secara langsung kepada M.S. Kaban.
Sebelumnya, Hamka juga mengungkapkan setidaknya ada sekitar 52 anggota DPR yang turut menerima dana aliran BI tersebut diantaranya Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas, Paskah Suzetta, sebesar Rp1 miliar pada saat menjabat sebagai Ketua Komisi IX.
Hamka menuturkan dana itu dia peroleh dari anggota Komisi IX Antony Zeidra Abidin yang diperuntukkan kepada anggota DPR guna keperluan sosialisasi dan konstituen menjelang pemilu 2004.
Namun kedua menteri tersebut membantah telah menerima dana tersebut.(ln)