Pekan lalu wartawan Bisnis Indonesia Lahyanto Nadie meninjau program kerja Wahana Visi Indonesia di Kalimantan Barat meliputi Kab. Sambas, Kota Singkawang dan Kab. Bengkayang atas undangan World Vision Indonesia. Berikut laporannya:
SAMBAS, Kalbar: Siapa yang harus diprioritaskan dalam membantu masyarakat miskin? “Anak-anak dan ibu, lebih spesifik lagi ibu hamil dan ibu menyusui,” tegas Untung Sidupa, Manajer World Vision Indonesia (WVI) di Kalimantan Barat.
Anak-anak, katanya, menjadi harapan untuk menciptakan generasi yang lebih baik. Itulah sebabnya lembaganya fokus untuk mendampingi anak-anak guna mengangkat mereka dari kawah kemiskinan dalam jangka panjang.
Caranya adalah dengan memberikan pendidikan dan memerhatikan kesehatannya. Saat ini sedikitnya 75.000 anak yang mendapat dukungan langsung dari WVI di delapan provinsi.
Mengingat begitu banyak warga miskin di Indonesia maka dipilihkan lokasi yang paling membutuhkan. Di Kab. Sambas, Kota Singkawang dan Kab. Bengkayang di Kalimantan Barat, tampak nyata kemiskinan itu.
Menurut Untung, beban hidup warga di perbatasan lebih berat, ekonomi lebih sulit, risiko politik lebih besar. Di Sambas yang memiliki penduduk 494.613 jiwa (84,11% Islam, sisanya 7% Katolik dan Kristen) menjadi sasaran area development program (ADP), anaknya lebih menderita dari provinsi lain mengingat mereka diperdagangkan dan dijadikan pelacur.
Billy Sumuan, manajer Wahana Visi Indonesia Sambas, mengatakan lembaganya mulai masuk Kalimatan pada 1981 di Pontianak, Sanggau, Sintang dan Banjarmasin. Di Sambas, dia bersama rekan-rekannya fokus pada pelayanan pendidikan dasar sembilan tahun dan peningkatan gizi anak di bawah lima tahun.
Menurut Billy, kendala yang mengganjal kerjanya adalah soal sosialisasi program karena warga di sini lebih akrab dengan produk Malaysia. “Mereka nonton televisi program Malaysia, kebutuhan sehari-hari juga lebih mudah dari negara tetangga.”
Dia menjelaskan bahwa pada 2007 sudah melakukan kegiatan dan atas rekomendasi Pemda, WVI masuk ke tiga kecamatan yaitu Teluk Keramat, Galing dan Sajingan Besar. Ini karena ketiga kecamatan itu berbatasan dengan wilayah kekuasan Malaysia yaitu negara Bagian Serawak. Kegiatan dimulai dengan mempresentasikan hasil penelitian pada November 2006. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan adanya kebutuhan untuk melakukan program pemberdayaan dan pengembangan masyarakat jangka panjang yang berfokus pada anak di wilayah Kab. Sambas.
Sementara itu, Wakil Bupati Yuliarti Alwi, berpendapat bahwa program WVI cukup berhasil dan seiring dengan program dan visi Pemda Sambas. “Jadi klop dengan visi kami yaitu pendidikan, kesehatan dan perbaikan gizi serta peningkatan ekonomi keluarga.”
Tapi, katanya, ada persoalan yang mendasar yang harus dicermati yaitu kesadaran orang tua akan pendidikan masih rendah. “Mereka lebih suka anaknya bekerja di hutan dengan menoreh karet.”
Menurut Yuliarti, banyak anak yang tidak tamat SD terpaksa bekerja di luar negeri. “Mereka dipaksa untuk tidak tamat SD oleh para calo-calo agar bekerja di luar negeri, terutama Malaysia.”
Lain lagi persoalan yang menjadi batu sandungan bagi Kabupaten Bengkayang. Thomas A. Setyoso, Manajer WVI Singkawang dan Bekayang, menjelaskan bahwa kaum bapak di sini kalah cepat dari ibu-ibu.
Ibu tokoh transformasi
Menurut Thomas, ibu-ibu menjadi tokoh transformasi karena punya kekuatan membangun lingkungan lebih baik dan lebih cepat menyerap. “Bapaknya tinggal mengikuti saja.”
Thomas, yang sudah 24 tahun di WVI, memprioritaskan program keterjaminan biaya pendidikan anak, pendampingan wirausaha masyarakat, modal kerja dan koperasi kredit serta tabungan keluarga dan anak.
Ketika berkunjung melihat kegiatan bermain dan belajar pada TK Pelangi Kasih, di Kel. Sagatani, Singkawang, terlihat fasilitas di daerah tertinggal itu telah tersentuh nuansa modern.
Di Dusun Sibaju-Rantau, Kecamatan Monterado, telah berdiri SDN Sibaju dan pembangunan Posyandu dampingan WVI. Camat Monterado Danuri mengatakan penduduk di sini lebih sejahtera dibandingkan kecamatan lain. “Jika petani karet bisa menoreh 10 kg saja, penghasilan mereka Rp200.000 per hari.”
Aktivitas WVI menekan kemiskinan di Kalbar juga terlihat di Dusun Malabe Desa Marunsu Kecamatan Samalantan. Programnya adalah sarana air bersih (pipanisasi) untuk Dusun Sibaju, Desa Sendoreng (Kec. Monterado), Dusun Sungai Limau, Dusun Siraba, Sebau, Dusun Malabae-Marunsu (Kec. Samalantan), Dusun Spoteng Desa Sukabanun Kec. Sungai Betung.
Acara peresmian sarana air bersih pekan lalu dilakukan oleh Wakil Bupati Bengkayang, S. Gidot. Tarian adat Dayak mengawali seremoni sederhana itu. Dua anak lelaki mengibaskan pedang, empat perempuan lainnya membawa bunga.
Jika pemerintah lebih fokus bekerja, bersinergi dengan LSM dan swasta melalui program corporate social responsibility (CSR) niscaya kemiskinan di Kalimantan Barat haruslah cepat berlalu... (lahyanto.nadie@bisnis.co.id)