Kontroversi sikap Ketua DPR Agung Laksono bukan kali pertama. Masih ingat kasus penyanyi dangdut Yolanda Yusuf tahun lalu?
Ketika itu Agung membantah kabar dirinya terlibat affair dengan penyanyi dangdut Yolanda Yusuf namun mengakui kenal dengan gadis seksi tersebut. "Tidak benar [skandal], itu saya kira langkah character assassination. Saya lihat etika dalam dunia pers harus diperhatikan. Jangan buat berita atas dasar rumors," bantahnya sekaligus menuding pers.
Meski merasa difitnah, dia tidak berniat mengajukan penyebaran berita tersebut ke jalur hukum. Isu tersebut beredar melalui pesan singkat, yang intinya mengatakan pedangdut itu pernah menjadi istri simpanan Agung Laksono.
Agung mengakui dirinya memang tahu penyanyi mungil, perilis album dangdut religius Pulang Kampung tersebut.
Namun, dia menolak dikatakan ada skandal di antara mereka berdua. Dia pun menyebut isu itu sebagai satu langkah yang sangat disesalkan dan tidak patut.
Bukan hanya isu dari luar Senayan, tapi juga ada kasus internal hingga menyudutkan Agung. Di awal kepemimpinannya saja, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) menyampaikan mosi tidak percaya.
Agung sebagai Ketua DPR dinilai melanggar tata tertib dalam proses pembentukan komisi dan alat kelengkapan Dewan.
"Implikasinya, kami tidak akan mengikuti rapat-rapat dan menilai bahwa komisi yang dibentuk dengan melanggar tata tertib itu sebagai ilegal," kata Sekretaris FPPP Lukman Hakim.
Lukman menegaskan FPPP menyampaikan mosi tidak percaya itu karena merasa "dikerjai" dan ditipu mentah-mentah oleh pimpinan DPR dalam proses musyawarah pembentukan 11 komisi dan lima badan alat kelengkapan Dewan.
"Kita ditipu mentah-mentah, mereka main kayu," katanya.
Dia menyebutkan Ketua DPR Agung Laksono (Fraksi Partai Golkar) dan tiga Wakil Ketua, yakni Soetardjo Soerjogoeritno (Fraksi PDIP), Muhaimin Iskandar (Fraksi PKB), dan Zainal Maarif (Fraksi PBR), sebagai pimpinan DPR semestinya bisa menengahi persoalan di antara fraksi, dan bukannya bertindak sebagai pimpinan koalisi kebangsaan.
Langkah ngawur
Kini, kasus yang paling gress adalah soal langkahnya yang melarang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeledah ruang kerja Al Amin Nur Nasution. Bukan hanya pihak luar yang mencercanya, tapi juga anak buahnya sendiri di DPR.
"Agung agak ngawur, teman-teman Komisi [DPR] juga minta agar KPK didukung. DPR harus transparan dan bekerja menjalan prinsip good governance dan mendukung penegakan hukum," kata Imam Anshori Saleh, anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa kepada saya pekan lalu.
Prinsip tata kelola yang baik, menurut Imam, adalah Ketua DPR mestinya bersikap transparan, akuntabel, menampung aspirasi para anggota DPR yang bersih dan berani bertindak untuk menegakkan hukum.
Menurut Imam, mestinya Ketua DPR membolehkan petugas KPK memeriksa kantor Al Amin Nur Nasution yang terlibat kasus penyuapan. "Agar orang tahu yang bersih dan mana yang kotor," tegasnya.
Imam menjelaskan bahwa kalau memang anggota DPR bersih mestinya tak usah takut. Langkah Agung itu, katanya, mengesankan DPR merasa banyak masalah. DPR, katanya, memang hati-hati dalam melangkah sehingga dapat menjaga kewibawaan lembaga yang mendapatkan amanah. Jika bersikap defensif, menurut dia, justru menimbulkan pertanyaan dan keraguan publik terhadap kebersihan DPR yang wibawanya harus dijaga.
Seperti diketahui, Agung Laksono melarang petugas KPK memeriksa ruangan Al Amin Nur Nasution, anggota Komisi IV DPR RI dari Faksi Partai Persatuan Pembangunan. "Perlu lebih dijelaskan lagi sampai batasan apa penggeledahan itu bisa dilakukan," kata Agung.
Sebaliknya, Badan Kehormatan DPR RI membenarkan dan mendukung keputusan Agung. Irsad Sudiro, Ketua Badan Kehormatan DPR RI, mengatakan sebagai lembaga yang terhormat, martabat DPR perlu dijaga.
"Tidak bisa begitu saja [menggeledah]. Hari ini mau datang lalu buka kunci," ujarnya seusai rapat konsultasi pimpinan fraksi di Gedung DPR RI.
Dukungan Irsad tentu juga punya kepentingan politik. Maklum, dari tiga anggota DPR yang kini menjadi tersangka oleh KPK dua di antaranya dari Golkar, yaitu Hamka Yadhu dan Antony Zeidra Abidin.
Ada anggota DPR yang mendukung Agung, menyalahkan, dan ada juga yang mencari aman. Beberapa wakil rakyat yang dihubungi Bisnis kemarin enggan bicara soal langkah bosnya itu.
Ya, begitulah sikap anggota wakil rakyat yang digaji oleh uang rakyat yang membayar pajak. Ketika semangat pemberantasan korupsi tengah gencar, justru mereka menghalaunya demi kepentingan partai sendiri.
Lagi pula sikap itu bisa saja diterjemahkan sebagai upaya untuk melindungi koruptor. Jika benar begitu, alangkah celakanya rakyat Indonesia karena dipimpin oleh orang yang tidak amanah.
Saya jadi teringat Slank yang sempat mau digugat itu: Mau tahu nggak mafia di Senayan? Kerjanya tukang buat peraturan, bikin UUD ujung-ujungnya duit...(lahyanto.nadie@bisnis.co.id)
Senin, 28 April 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar